Lebih lanjut Ir. Sugeng Sudaruno menjelaskan bahwa untuk program Cash Collateral ini, tersedia dana Rp 1,350 M. Dana tersebut berasal dari alokasi APBN 2006 melalui dana dekonsentrasi Rp 380 Juta dan APBD Bantul Rp. 70 juta. Pada tahun 2008 diperoleh tambahan Rp. 900 juta dari dana APBN. Dana untuk jaminan kredit tersebut di simpan di BRI dan BPD sebagai bank pelaksana program. Namun disayangkan karena dari alokasi tahun 2008 sebesar Rp. 900 juta, sampai saat ini belum dapat direalisasikan sebagai jaminan untuk para petani tambak.
Sampai akhir 2009, dari 256 kelompok budidaya mina yang ada di kabupaten Bantul, baru 31 kelompok yang memperoleh kredit usaha. Maximum pinjaman Rp. 10 juta per kelompok selama tenggang waktu 1 (satu) tahun dengan tingkat bunga 10 %. Karena dikelola secara profesional melalui bank pelaksana program, hampir tidak ada kendala yang berarti dalam proses angsuran kredit. Demikian menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul.
Pada bagian lain dalam perbincangan tersebut, Ir. Sugeng Sudaruno mengemukakan bahwa kebutuhan ikan untuk konsumsi masyarakat Bantul rata-rata 9,8 kg per kapita. Untuk tahun 2009, produksi ikan hasil budidaya 2000 ton, sedangkan ikan tangkap 750 ton. Adanya jaminan bagi kelompok budidaya, diharapkan mampu memperbesar jumlah kelompok budidaya dan luas lahan garapan. Lahan budidaya yang sudah dikelola baru 2600 ha dari 15.000 ha lahan potensial atau 17,33 %.
Tentang pasar ikan sampai kini, Bantul baru memiliki 2 lokasi yakni di Sawu, Gilangharjo, Pandak yang dulunya pasar ikan hias sekarang menjadi pasar konsumsi dan Baturetno, Banguntapan. Dalam tahun 2010 akan dibangun pasar ikan di Sedayu seluas 150 m2 di atas lahan 200 m2 dengan dana APBD I DIY sebesar Rp 250 juta. Sedangkan untuk TPI Depok, akan tingkatkan menjadi pasar ikan higienis dengan luas bangunan 400 m2, yang akan menelan dana Rp 400 juta. (PF)