Dalam Surat Edaran tersebut tertulis bahwa netralitas PNS dalam Pemilu meliputi pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden//Wakil Presiden dan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Dalam SE itu juga memuat ketentuan yang diantaranya menyebutkan bahwa PNS yang mencalonkan secara perorangan menjadi anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden atau Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah harus mengundurkan diri sebagai PNS atau dari jabatan negeri.
Untuk selanjutnya PNS atau pejabat bersangkutan dilarang untuk menggunakan anggaran Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya. PNS dilarang pula untuk mengikutsertakan dalam kegiatan kampanye PNS lainnya, Kepala Desa, Perangkat Desa atau anggota BPD Desa dalam kegiatan kampanye.
PNS juga dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wapres, Calon Kepala Daerah/Wakada, calon DPR/DPD dan DPRD dengan berbagai macam cara seperti ikut serta sebagai pelaksana, mengikuti kampaye dengan menggunakan atribut partai/PNS, mengerahkan PNS di lingkungannya, menggunakan fasilitas Negara dalam ikut berkampanye. Dilarang juga membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon pasangan selama kampanye. Termasuk menjadi anggota PPK dan memberikan surat dukungan disertai photo copy KTP atau surat keterangan lainnya yang setara.
PNS yang melakukan penlanggaran seperti tersebut diatas akan mendapat sanksi karena dikategorikan sebagai pelanggaran PNS yang telah termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS. Terhadap pelanggaran disiplin tersebut, PNS dapat dijatuhi hukuman dari tingkat paling ringan sampai tingkat paling berat.
Hukuman tingkat berat ada beberapa tingkatan diantaranya tingkatan berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah paling lama I (satu) tahun, berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS serta dan hukuman pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. (Sit)