•  11 November 2024
  •    
  •  414
Batik Indigo dari Srandakan Tembus Pasar Negeri Jiran

Masyarakat pasti sudah tak asing dengan batik, kain tradisional yang diproses dengan cara unik serta memiliki keindahan pola dan warna menarik. Namun, nama batik indigo mungkin masih terdengar asing ditelinga masyarakat. Batik Indigo adalah jenis batik yang menggunakan pewarna alami yang berasal tumbuhan indigofera. Tanaman ini menghasilkan warna biru tua yang khas, dan sering digunakan sebagai pewarna alami ramah lingkungan. Tanaman tersebut memiliki banyak nama di berbagai daerah, ada yang menyebutnya tarum, nila, indigo, atau tom.

Galeri Batik Puspita Indigo milik Ester Puspitasari, warga Kalurahan Poncosari, Kapanewon Srandakan, merupakan salah satu perajin batik yang memanfaatkan tumbuhan indigofera sebagai bahan pewarna kain batik. Saat dikunjungi oleh Tim Jelajah Kriya bersama Dekranasda Kabupaten Bantul, Ester menuturkan usaha batik indigo miliknya telah dirintis sejak tahun 2013. 

Mulai dari menanam tumbuhan indigofera, membuatnya menjadi bahan pewarna alami hingga mengaplikasikannya ke kain batik dilakukan di rumah produksi Batik Puspita Indigo. Ketika ditanya awal mula menekuni usaha ini, Ester dan sang suami mengaku terinspirasi untuk mengajak masyarakat agar kembali memanfaatkan bahan baku alam yang tidak merusak lingkungan.                                                                                                                                             

Di galeri Batik Puspita Indigo tak hanya memproduksi kain batik siap pakai, Ester dan sang suami juga menerima pesanan bagi perajin batik lain yang ingin menggunakan warna indigo namun masih kesulitan dalam hal pewarnaan. 

“Malah sekarang ini lebih banyak orderan untuk pewarnaan dengan warna indigo. Kalau biaya per meter Rp 50.000 untuk pewarnaan kalau sekalian dilorot batiknya nambah Rp 5000,” terang Ester. 

Menekuni sebuah usaha tentu tak lepas dari kendala, demikian juga dengan Batik Puspita Indigo. Ester mengaku pada mulanya ia kesulitan dalam hal memperoleh bahan baku karena belum banyak petani yang membudidayakan tumbuhan indigofera.

“Karena petani belum banyak melakukan budidaya tanaman indigofera, jadi kami harus edukasi dulu ke mereka,” ujar Ester. 

Lambat laun usahanya mulai berkembang. Kini, banyak petani di sekitarnya mulai membudidayakan tumbuhan indigofera yang ditanam secara tumpang sari di kebun jeruk. Hasil dari tumbuhan indigofera ia kembangkan sebagai produk pewarna yang dijual di pasaran dengan nama Indigo Natural Dye. 

Satu lembar kain batik indigo karya Batik Puspita berukuran 2,5 meter dibanderol dengan harga Rp 750.000. Puspita Batik terkenal memiliki warna yang matang, karena proses pencelupan warna dilakukan secara berulang kali hingga benar-benar maksimal. Proses pencelupan warna yang lama inilah, yang membedakannya dengan pewarna sintetis. Hal ini juga yang membuat batik dengan warna alam menjadi lebih eksklusif. Tak main-main, batik Indigo dari Kapanewon Srandakan ini bahkan telah dipasarkan hingga ke negeri tetangga, yakni Malaysia. (Fza)