•  05 November 2009
  •    
  •  2117
Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional di Kabupaten Bantul
Dalam rangka memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCSPN) tahun 2009, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bantul menyelenggarakan Sosialisasi Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional di Gedung Induk, Kompleks Parasamya Kabupaten Bantul (5/11).

Menurut Kepala BLH Bantul Darmawan, kegiatan yang dihadiri oleh Dinas/Instansi sektor terkait, para Camat se-Bantul, serta kelompok-kelompok masyarakat pecinta satwa ini bertujuan untuk mensosialisasikan bahwa tanggal 5 November adalah Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. Melalui Sosialisasi ini, diharapkan masyarakat Bantul mengenal dan melestarikan keanekaragaman hayati melalui Flora dan Fauna Identitas Kabupaten Bantul, kata Darmawan.

Sementara itu, hadir sebagai Narasumber Bambang Wahyu Indriya dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi DIY dan Widjaya Tunggali, ST, MM dari BLH Bantul.

Bambang menjelaskan bahwa Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati (KEHATI) tertinggi di dunia, yaitu 17 % dari species total dunia. Keanekaragaman adalah istilah yang menggambarkan bentuk kehidupan di bumi, interaksi antara berbagai makhluk hidup, serta antar mereka dengan lingkungannya, yang meliputi tiga tingkatan: genetik, spesies, dan ekosistem. Keragaman hayati merupakan sumberdaya penting bagi kehidupan sosial-ekonomi dan kebudayaan masyarakat Indonesia maupun dunia. Selain itu, keanekaragaman hayati adalah sumberdaya yang mempunyai arti ekonomi penting.

Namun disayangkan, Indonesia termasuk dalam daftar negara dengan tingkat kerusakan KEHATI tertinggi di dunia, kata Bambang.

Pada tahun 1996 tingkat kerusakan mamalia 128 species, ikan 60 species, burung 104 species, dan tumbuhan 184 species, yang pada tahun 2000 meningkat menjadi mamalia 140 species, ikan 67 species, burung 113 species, dan reptil 28 species, jelas Bambang.

Lebih lanjut Bambang menjelaskan bahwa penyebab utama kerusakan KEHATI adalah rusaknya habitat alami dan eksploitasi yang berlebihan yang dipicu oleh konversi hutan. Dalam kurun waktu 1982-1990, deforestasi di Indonesia mencapai 1,3 jt ha/tahun. Tahun 1985-1997 meningkat menjadi 1,6 juta ha/tahun.

Untuk melindungi berbagai species dari kerusakan pemerintah diantaranya telah menetapkan Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Keputusan Presiden No. 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional. Beberapa Satwa dan Bunga Nasional diantaranya, bunga Melati Putih sebagai Bunga Bangsa, bunga Anggrek Bulan sebagai Puspa Pesona, Komodo sebagai Satwa Bangsa, dan Burung Elang Jawa sebagai Satwa Langka.

Selain itu, setiap daerah telah memiliki Perda yang menetapkan Flora dan Fauna Identitas Daerah. Sebagai contoh, Flora Identitas DIY adalah Kepel, dan Faunanya Burung Perkutut; Flora Identitas Kabupaten Sleman adalah Salak Pondoh, Faunanya Burung Punglor/Anis; Flora Identitas Kabupaten Bantul adalah Sawo Kecik, Faunanya Burung Puter, Flora Identitas Kabupaten Kulonprogo adalah Manggis, Faunanya Burung Kacer; dan Flora Identitas Kabupaten Gunungkidul adalah Nangka, Faunanya Lebah Madu.

Sementara itu, Widjaja Tunggali ST, MM menjelaskan bahwa konservasi KEHATI meliputi perlindungan sistem penyangga kehidupan dengan penetapan berbagai kawasan perlindungan (hutan lindung, sempadan sungai dan pantai, dll), Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya (taman nasional, cagar alam, dll), serta pemanfaatan secara berkelanjutan dan pembagian keuntungan yang adil dan merata (industri berbasis KEHATI, ekowisata, dll).

Dalam pemanfaatan keanekaragaman hayati yang lebih utama adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang didalamnya termasuk partisipasi masyarakat. Karenanya, Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mensosialisasi, memfasilitasi, membuka jaringan pemasaran, dan memberikan kredit UKM bagi keberlangsungan pemanfaatan keanekaragaman hayati oleh masyarakat, terang Widjaja. (siti)