•  16 April 2009
  •    
  •  1618
Angka Pernikahan Dini di Bantul Tinggi
Tidak usah jauh-jauh mencari contoh pernikahan usia dini antara gadis dibawah umur dengan seorang pria berumur yang terjadi di Semarang beberapa waktu lalu yang kontroversial, akhir-akhir inipun di Bantul angka pernikahahan dini cukup tinggi yaitu sekitar 70 kasus selama tahun 2008. Maka hal ini merupakan masalah yang memprihatinkan dan perlu penanganan yang serius antara pemerintah, lembaga terkait, masyarakat serta para orangtua.

Hal diatas disampaiakan oleh Jaksa Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Bantul Nur Lailah Ahmad, SH salah satu nara sumber pada Sosialisasi Penyuluhan Hukum tentang UU Perkawinan dan Perlindungan Anak dalam rangka Peringatan Hari Kartini Tahun 2009, di Gedung Induk Lantai III Pemkab Bantul, Rabu (15/4).

Kasus NTCR (Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk) yang terjadi dan ditangani di PA Bantul termasuk terendah di DIY, namun kasus pernikahan dini lebih tinggi dari pada kabupaten lain dan kota-kota besar lain seperti Jakarta, Makasar dan lainnya. Fenomena ini terjadi tentu terdapat berbagai hal sebagai penyebabnya. jelas Nur Lailah.

Hadir pula pada acara tersebut Asisten Pemerintahan Kab Bantul Sukardiyono, SH mewakili Bupati Bantul, Ketua TP PKK Kab Bantul, anggota dari 27 Gabungan Organisasi Wanita (GOW) se Bantul dan tamu undangan lainnya.

Pada ceramahnya Nur Lailah menambahkan bahwa diantara penyebabnya adalah terlalu bebasnya pergaulan antara pria dan wanita, terutama ABG atau anak usia sekolah. Karena menurut pengamatannya banyak tempat rekreasi di Bantul ini yang menjadi tempat nyaman untuk berdua-duaan antar mereka.

Penyebab lainnya adalah anak usia sekolah yang tidak lagi sekolah padahal belum dapat bekerja, kurang pemahamannya terhadap ajaran agama serta kurang perhatiannya para orang tua khususnya seorang ibu yang sibuk bekerja. Namun Nur Lailah juga menyayangkan terhadap peraturan sekolah yang mengeluarkan muridnya yang kedapatan hamil. Hal tersebut merupakan tindakan yang memperparah penderitan siswa bersangkutan, karena seperti pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Serta hal ini merupakan perampasan hak-hak mereka sebagai anak yang lebih menghancurkan masa depannya, sebaiknya hal ini perlu dikaji ulang oleh dunia pendidikan. tegasnya.

Sementara Ketua TP PKK dan juga sebagai Dewan Pembina GOW Kab Bantul Hj. Ida Idham Samawi dalam sambutannya mengajak kepada hadirin yang semuanya perempuan itu untuk lebih memahami UU Perkawinan yang mensyaratkan suatu perkawinan hanya diijinkan apabila seorang pria telah berumur 19 tahun dan wanita telah berumur 16 tahun. Kita perlu sepakat bahwa UU tersebut bertujuan untuk melindungi anak, agar tetap dapat memperoleh haknya untuk hidup dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. terang Hj Ida.

Oleh karena itu tambahnya lagi, sebagai orang tua perlu terus menerus melakukan pendampingan pada anak agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Dari tiga nara sumber yang semuanya wanita tersebut, dua nara sumber lainnya adalah Suprati, SH, MH jaksa Pengadilan Negeri Bantul dan Basaria Marpaung, SH dari Kejaksaan Negeri Bantul. (humas)