•  17 Oktober 2008
  •    
  •  673
Workshop Satlak Tsunami, Diharapkan Masyarakat Siap Hadapi Tsunami
Sebanyak 30 orang satuan kerja dari 3 Kabupaten yaitu Bantul, Kebumen dan Cilacap mengikuti Workshop Peningkatan Satlak tsunami – Early Warning System atau sistem peringatan dini tsunami yang diselenggarakan GTZ dari Jerman bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Bantul berlangsung di di Wisma Tamu Madukismo Kasihan Bantul, 17/10. Workshop ini diselenggarakan dalam upaya memantapkan koordinasi dan kerjasama antara kelompok kerja pinggiran pantai selatan Jawa. Selain itu juga bertujuan untuk mengecek sejauh mana persiapan masyarakat dalam menghadapi gempa dan tsunami. Pelatihan akan berlangsung dari tanggal 17-18 Oktober 2008.

“ Untuk itu kami mengucapkan apresiasi dan penghargaannya atas peran GTZ ini. Selanjutnya kami juga akan menghimbau pada masyarakat agar ikut berperan aktif dalam program ini. Sehingga nantinya semua pihak sudah siap jika terjadi bencana tsunami, “ ujar Sukardiyono, S.H, Assisten I Pemkab Bantul mewakili Bupati Bantul,Drs.HM Idham Samawi. Hadir dalam kesempatan tersebut Kepala Kesbanglinmas Bantul, Jundan,S.H,serta dari Dinas/Instansi terkait.

Ditambahkannya bahwa kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana tsunami perlu dipersiapkan sejak sekarang. Pengalaman bencana tahun 2006 lalu telah mengajari pemkab Bantul untuk selalu waspada akan ancaman bencana. “ Walaupun tak tahu kapan bencana terjadi namun kita harus siap dengan penyiapan SDM dan peralatannya serta keberanian bertindak, “ ujarnya.

Sementara itu Michael Hoppe dari GTZ menekankan agar hasil workshop yang sudah berlangsung hingga angkatan 11 dapat disebarluaskan pada masyarakat. “ Dengan harapan agar masyarakat mampu dan siap menghadapi tsunami, “ paparnya. Semua konsep satlak tsunami,lanjutnya, harus diuji sejauhmana kesiapannya dan keefektifannya.

Ada berita dari LIPI bahwa saat ini dari 130 Kabupaten yang rawan tsunami baru empat yang siap yaitu Medan, Jogja, Bantul serta Padang. Sementara itu ada dua yang hampir siap yaitu Cilacap dan Majene.

“ Kesiapan masyarakat nanti akan terlihat dari uji simulasi yang akan diadakan. Semua prosedur kesiasiagaan juga harus dievaluasi apakah sudah efektif dalam upaya penyelamatan warga masyarakat, “ katanya. Sehingga kalau kurang akan diperbaiki guna meminimkan jatuhnya korban bencana tsunami.

Dalam workshop ini dihadirkan 3 narasumber sebagai pembicara yaitu Dr. I Nyoman Sumantalya,M.Si dari Bakorsurtanal, Dr.Rahman Hidayat peneliti tsunami ,serta dari Michael Hoppe dari GTZ Jerman.

Salah satu narasumber I Nyoman Sukmantalya menjelaskan bahwa kesiapsiagaan menhadapi bencana tsunami ini perlu didukung oleh pemetaan wilayah. “ Perlu dicari lokasi mana yang secara topografi memang layak sebagai tempat perlindungan bagi masyarakat, “ ujarnya.

Selain itu peta jalur evakuasi juga harus dipersiapkan dalam peta, sehingga masyarakat dapat dengan segera mengungsi ke tempat perlindungan yang memang layak dan terhindar dari ancaman tsunami. “ Mengingat kecepatan tsunami yang bisa mencapai 600 km/jam maka tempat perlindungan idealnya juga tak terlalu jauh dan dapat ditempuh dalamwaktu kurang lebih 10 menit saja, “ papar Nyoman. Secara umum pemetaan wilayah akan mampu menekan timbulnya korban jiwa. Juga diperlukan ketelitian dalam merencanakan tempatnya yaitu tempatnya dimana, alur pengungsian lewat mana, apakah memang aman agar bila terjadi bencana tidak menimbulkan bottleneck atau kesemawrutan. (nurcholis)